BAB IV
HUKUM PERIKATAN
Hukum perikatan
yang dalam bahasa belanda dikenal dengan sebutan verbintenis ternyata memiliki
arti yang lebih luas daripada
perjanjian. Hal ini disebabkan karena hukum perikatan juga mengatur suatu
hubungan hukum yang tidak bersumber dari suatu persetujuan atau perjanjian.
Hukum perikatan yang demikian timbul dari adanya perbuatan melanggar hukum
“onrechtmatigedaad” dan perkataan yang timbul dari pengurusan kepentingan orang
lain yang tidak berdasarkan persetujuan “zaakwaarneming”.
Berikut ini merupakan definisi
hukum perikatan menurut para ahli :
1.
Hukum perikatan menurut Pitlo adalah “suatu
hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas
dasar mana pihak yang satu memiliki hak (kreditur) dan pihak yang lain memiliki
kewajiban (debitur) atas suatu prestasi”.
2.
Hukum perikatan menurut Hofmann adalah “suatu hubungan hukum antara
sejumlah terbatas subjek-subjek hukum sehubungan dengan itu seorang atau
beberapa orang daripadanya mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara
tertentu terhadap pihak yang lain, yang berhak atas sikap yang demikian
itu".
3.
Hukum perikatan menurut Subekti adalah
"Suatu hubungan hukum antara 2 pihak, yang mana pihak yang satu berhak
menuntut sesuatu dari pihak yang lainnya yang berkewajiban memenuhi tuntutan
itu".
4.1 PERJANJIAN
Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang
lainnya atau dimana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.
Perikatan merupakan suatu yang sifatnya abstrak sedangkan perjanjian adalah
suatu yang bersifat kongkrit. Dikatakan demikian karena kita tidak dapat
melihat dengan pancaindra suatu perikatan sedangkan perjanjian dapat dilihat
atau dibaca suatu bentuk perjanjian ataupun didengar perkataan perkataannya yang
berupa janji.
Asas Perjanjian
Ada 7 jenis
asas hukum perjanjian yang merupakan asas-asas umum yang harus diperhatikan
oleh setiap pihak yang terlibat didalamnya.
a. Asas
sistem terbukan hukum perjanjian
Hukum perjanjian
yang diatur didalam buku III KUHP merupakan hukum yang bersifat terbuka.
Artinya ketentuan-ketentuan hukum perjanjian yang termuat didalam buku III KUHP
hanya merupakan hukum pelengkap yang bersifat melengkapi.
b. Asas
Konsensualitas
Asas ini
memberikan isyarat bahwa pada dasarnya setiap perjanjian yang dibuat lahir
sejak adanya konsensus atau kesepakatan dari para pihak yang membuat
perjanjian.
c. Asas
Personalitas
Asas ini bisa
diterjemahkan sebagai asas kepribadian yang berarti bahwa pada umumnya setiap
pihak yang membuat perjanjian tersebut untuk kepentingannya sendiri atau dengan
kata lain tidak seorangpun dapat membuat perjanjian untuk kepentingan pihak
lain.
d. Asas
Itikad baik
Pada dasarnya
semua perjanjian yang dibuat haruslah dengan itikad baik. Perjanjian itikad
baik mempunyai 2 arti yaitu :
1.
Perjanjian yang dibuat harus memperhatikan
norma-norma kepatutan dan kesusilaan.
2.
Perjanjian yang dibuat harus didasari oleh
suasana batin yang memiliki itikad baik.
e. Asas
Pacta Sunt Servada
Asas ini
tercantum didalam Pasal 1338 ayat 1 KUHP yang isinya “Semua Perjanjian yang di
buat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya.
Asas ini sangat
erat kaitannya dengan asas sistem terbukanya hukum perjanjian, karena memiliki
arti bahwa semua perjanjian yang dibuat oleh para pihak asal memnuhi
syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana yang diatur di dalam pasal 1320
KUHP sekalipun menyimpang dari ketentuan-ketentuan Hukum Perjanjian dalam buku
III KUHP tetap mengikat sebagai Undang-Undang bagi para pihak yang membuat
perjanjian.
f.
Asas force majeur
Asas ini
memberikan kebebasan bagi debitur dari segala kewajibannya untuk membayar ganti
rugi akibat tidak terlaksananya perjanjian karena suatu sebab yang memaksa.
g. Asas
Exeptio non Adiempletie contractus
Asas ini
merupakan suatu pembelaan bagi debitur untuk dibebaskan dari kewajiban membayar
ganti rugi akibat tidak dipenuhinya perjanjian, dengan alasan bahwa krediturpun
telah melakukan suatu kelalaian.
Syarat Sahnya
Perjanjian
a. Syarat
Subjektif
-
Keadaan kesepakatan para pihak
-
Adanya kecakapan bagi para pihak
b. Syarat
Objektif
-
Adanya objek yang jelas
-
Adanya sebab yang dihalalkan oleh hukum
4.2 Undang-Undang
Level
Kompetensi III
Perikatan Alami (Natuurlijke Verbintenis)/ Perikatan
bebas.
a. Pengertian
perikatan alami.(ps.1359 ayat 2)
Perikatan alam
yg secara sukarela dipenuhi,tak dapat dituntut pengembaliannya./perikatan yg
tidak dapat dituntut pelaksanaannya dimuka pengadilanàperikatan tanpa
aksiàberkaitan dng Schuld tanpa haftung
,contoh utang yg timbul dari perjudianàps.1788, 1791 KUH Pdt.
b. Penafsiran
sempit dan penafsiran luas perikatan
alamiah serta unsur-unsur mendesaknya
kewajiban.
Menurut ajaran
sempit ,adanya perikatan alam didasarkan pada hukum positif,baik yg sejak
semula memang tidak mempunyai tuntutan hukum,misal ps.1788 BW.maupun oleh karena
keadaan yg timbul kemudian tuntutan hukumnya
menjadi hapus,misalnya perikatan
yg masih ada setelah terjadi nya
homologatie dari suatu accoord dalam kepailitan.
Jadi menrut penafsiran sempit perikatan bebas
ialah prikatan yg eksistensinya hanya diakui
oleh undng-undang.
RESUME
Hukum
perikatan adalah hukum antar sejumlah orang yang saling terikat untuk
melaksanakan sesuatu dengan mengadakan perjanjian hukum diantar kedua belah
pihak yang sesuai dengan asas-asas hukum yang berlaku. Kedua belah pihak akan
saling terikat selama perjanjian hukum tersebut berlangsung. Adapula penafsiran
hukum perikatan berdasarkan undang-undang yaitu perikatan alami atau perikatan
bebas.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar