Rabu, 09 Oktober 2013

UU dan Peraturan Pembangunan Nasional

BAB 3
UU dan Peraturan Pembangunan Nasional

3.1  UU no 24 Tahun 1992 tentang Rencana Tata Ruang
BAB V
RENCANA TATA RUANG
Pasal 19
(1)    Rencana tata ruang dibedakan atas :
a.       Rencana Tata Ruang wilayah Nasional;
b.      Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I;
c.       Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/ Kotamadya Daerah Tingkat II.
(2)    Rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) digambarkan dalam peta wilayah Negara Indonesia, peta wilayah Propinsi Daerah Tingkat I, peta wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II, dan peta wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II, yang tingkat ketelitiannya diatur dalam peraturan perundangundangan.
Pasal 20
(1)    Rencana Tata Ruang wilayah Nasional merupakan strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah Negara, yang meliputi :
a.       tujuan nasional dari pemanfaatan ruang untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan;
b.      struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah nasional;
c.       kriteria dan pola pengelolaan kawasan lindung, kawasan budi daya, dan kawasan tertentu.
(2)    Rencana Tata Ruang wilayah Nasional berisi :
a.       penetapan kawasan lindung, kawasan budi daya, dan kawasan tertentu yang ditetapkan secara nasional;
b.      norma dan kriteria pemanfaatan ruang;
c.       pedoman pengendalian pemanfaatan ruang.
(3)    Rencana Tata Ruang wilayah Nasional menjadi pedoman untuk :
a.       perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah nasional;
b.      mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antar wilayah serta keserasian antar sektor;
c.       pengarahan lokasi investasi yang dilaksanakan Pemerintah dan atau masyakarat;
d.      penataan ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I dan wilayah Kabupaten/ Kotamadya Daerah Tingkat II.
(4)    Jangka waktu Rencana Tata Ruang wilayah Nasional adalah 25 tahun.
(5)    Rencana Tata Ruang wilayah Nasional ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

3.2 UU no. 4 Tahun 1992 tentang Permukiman
BAB IV
PERMUKIMAN
Pasal 18
(1)    Pemenuhan kebutuhan permukiman diwujudkan melalui pembangunan kawasan permukiman skala besar yang terencana secara menyeluruh dan  terpadu dengan pelaksanaan yang bertahap.
(2)    Pembangungan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditujukan untuk :
a.       Menciptakan kawasan permukiman yang tersusun atas satuan-satuan lingkungan permukiman;
b.      Mengintegrasikan secara terpadu dan meningkatkan kualitas lingkungan perumahan yang telah ada di dalam atau disekitarnya.
(3)    Satuan-satuan lingkungan permukiman satu dengan yang lain saling dihubungkan oleh jaringan transportasi sesuai dengan kebutuhan dengan kawasan lain yang memberikan berbagai pelayanan dan kesempatan kerja.
(4)    Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah perkotaan dan rencana tata ruang wilayah bukan perkotaan.
Pasal 19
(1)    Untuk mewujudkan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, pemerintah daerah menetapkan satu bagian atau lebih dari kawasan permukiman menurut rencana tata ruang wilayah perkotaan dan rencana tata ruang wilayah bukan perkotaan yang telah memenuhi  persyaratan sebagai kawasan siap bangun.
(2)    Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya  meliputi penyediaan :
a.       rencana tata ruang yang rinci;
b.      data mengenai luas, batas, dan pemilikan tanah
c.       jaringan primer dan sekunder prasarana lingkungan.
(3)    Program pembangunan daerah dan program pembangunan sektor mengenai prasarana, sarana lingkungan, dan utilitas umum sebagian diarahkan untuk mendukung terwujudnya kawasan siap bangun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 20
(1)    Pengelolaan kawasan siap bangun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh Pemerintah.
(2)    Penyelenggaraan pengelolaan kawasan siap bangun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh badan usaha milik Negara dan/atau badan lain yang dibentuk oleh Pemerintah yang ditugasi untuk itu.
(3)    Pembentukan badan lain serta penunjukkan badan usaha milik negara dan/atau badan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(4)    Dalam menyelenggarakan pengelolaan kawasan siap bangun, badan usahamilik negara atau badan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) dapat bekerjasama dengan badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, koperasi, dan badan-badan usaha swasta di bidang pembangunan perumahan.
(5)    Kerjasama sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak menghilangkan wewenang dan tanggungjawab badan usaha milik negara atau badan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
(6)    Persyaratan dan tata cara kerjasama sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 21
(1)    Penyelenggaraan pengelolaan lingkungan siap bangun yang berdiri sendiri yang bukan dilakukan oleh masyarakat pemilik tanah, dilakukan oleh badan usaha di bidang pembangunan perumahan yang ditunjuk oleh Pemerintah.
(2)    Tata cara penunjukkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 22
(1)    Di wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan siap bangun Pemerintah memberikan penyuluhan dan bimbingan, bantuan dan kemudahan kepada masyarakat pemilik tanah sehingga bersedia dan mampu melakukan konsolidasi tanah dalam rangka penyediaan kaveling tanah matang.
(2)    Pelepasan hak atas tanah di wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan siap bangun hanya dapat dilakukan berdasarkan kesepakatan pemilik tanah yang bersangkutan.
(3)    Pelepasan hak atas tanah di lingkungan siap bangun yang berdiri sendiri yang bukan hasil konsolidasi tanah oleh masyarakat pemilik tanah, hanya dapat dilakukan berdasarkan kesepakatan dengan pemilik hak atas tanah.
(4)    Pelepasan hak atas tanah di wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan siap bangun yang belum berwujud kaveling tanah matang, hanya dapat dilakukan kepada Pemerintah melalui badan-badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2).
(5)    Tata cara pelepasan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 23
Pembangunan perumahan yang dilakukan oleh badan usaha di bidangpembangunan perumahan dilakukan hanya di kawasan siap bangun atau dilingkungan siap bangun yang berdiri sendiri.
Pasal 24
Dalam membangun lingkungan siap bangun selain memenuhi ketentuan pada Pasal 7, badan usaha dibidang pembangunan perumahan wajib :
a.       melakukan pematangan tanah, penataan penggunaan tanah, penataan penguasaan tanah, dan penataan pemilikan tanah dalam rangka penyediaan kaveling tanah matang;
b.      membangun jaringan prasarana lingkungan mendahului kegiatan membangun rumah, memelihara, dan mengelolanya sampai dengan pengesahan dan penyerahannya kepada pemerintah daerah;
c.       mengkoordinasikan penyelenggaraan penyediaan utilitas umum;
d.      membanlu masyarakat pemilik tanah yang tidak berkeinginan melepaskan hak atas tanah di dalam atau di sekitarnya dalam melakukan konsolidasi tanah;
e.      melakukan penghijauan lingkungan;
f.        menyediakan tanah untuk sarana lingkungan;
g.       membangun rumah.
Pasal 25
(1)    Pembangunan lingkungan siap bangun yang dilakukan masyarakat pemilik tanah melalui konsolidasi tanah dengan memperhatikan ketentuan pada Pasal 7, dapat dilakukan secara bertahap yang meliputi kegiatan -kegiatan :
a.       pematangan tanah;
b.      penataan, penggunaan, penguasaan dan pemilikan tanah;
c.       penyediaan prasarana lingkungan;
d.      penghijauan lingkungan;
e.      pengadaan tanah untuk sarana lingkungan.
(2)    Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 26
(1)    Badan usaha di bidang pembangunan perumahan yang membangun lingkungan siap bangun dilarang menjual kaveling tanah matang tanpa rumah.
(2)    Dengan memperhatikan ketentuan Pasal 24, sesuai dengan kebutuhan setempat, badan usaha di bidang pembangunan perumahan yang membangun linkungan siap bangun dapat menjual kaveling tanah matang ukuran kecil dan sedang tanpa rumah.
(3)    Kaveling tanah matang ukuran kecil, sedang, menengah, dan besar hasil upaya konsolidasi tanah milik masyarakat dapat diperjualbelikan tanpa  rumah.
Pasal 27
(1)    Pemerintah memberikan bimbingan, bantuan dan kemudahan kepada masyarakat baik dalam tahap perencanaan maupun dalam tahap pelaksanaan, serta melakukan pengawasan dan pengendalian untuk meningkatkan kualitas permukiman.
(2)    Peningkatan kualitas permukiman sebagaimana dimaksud dalam ayal (1) berupa kegiatan-kegiatan :
a.       perbaikan atau pemugaran;
b.      peremajaan;
c.       pengelolaan dan pemeliharaan yang berkelanjutan.
(3)    Penyelenggaraan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 28
(1)    Pemerintah daerah dapat menetapkan suatu lingkungan permukiman sebagai permukiman kumuh yang tidak layak huni.
(2)    Pemerintah daerah bersama-sama masyarakat mengupayakan langkahlangkah pelaksanaan program peremajaan lingkungan kumuh untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat penghuni.
(3)    Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah

RESUME
UU no 24 berisikan tentang penataan ruang untuk menciptakan pemanfaat ruang dengan perencanaan yang matang penataan ruang ini didasrkan dalam beberapa pasal dan berbeda pada setiap daerah. Rencana tataruang harus memperhatikan perkembangan pada daerah tertentu,rencana tata ruang terkait dengan daerah tertentu, keselarasan pembangunan nasional dan daerah. UU ini secaa keseluruhan mengatur tata ruang kota agar lebih efektif dan mengatur pola ruang kota menjadi semakin baik dan terencana.
UU no 4 berisikan tentang pembangunan pemukiman. Pembangunan pemukiman  dalam skala besar harus memperhatikan beberapa persyaratan pemerintah yang telah diatur dalam uu ini. Pembangunan pemukiman ini bertujuan untuk menciptakan kawasan pemukin yang tersusun terencana, serta meningkatkan kualitas lingkungan pemukiman yang lebih baik. Sehingga untuk menghasilkan lingkungan tersebut diharuskan memperhatikan  rencana tata ruang yang rinci, data mengenai luas, batas, dan pemilikan tanah, serta jaringan primer dan sekunder prasarana lingkungan.

Sumber:
http://www.pu.go.id/uploads/services/2011-11-29-12-28-45.pdf
http://www.pu.go.id/uploads/services/2011-11-29-12-29-55.pdf



UU dan Peraturan Pembangunan Nasional

BAB 2
UU dan Peraturan Pembangunan Nasional

2.1 TATA HUKUM KEBIJAKAN NEGARA
Tata Hukum berasal dari bahasa Belanda,  ” recht orde “  ialah susunan hukum, yang artinya memberikan tempat sebenarnya kepada hukum, yaitu dengan menyusun lebih baik, dan tertib aturan hukum – aturan hukum  dalam pergaulan hidup sehari-hari.
Dalam Tata Hukum, ada aturan hukum yang berlaku, pada saat tertentu, yang disebut hukum Positif  atau Ius Constitutum, aturan-aturan hukum yang berlaku tersebut dinamakan rech, atau Hukum.
Perlu diingat bahwa manusia selalu berkembang, sehingga rasionya berjalan sesuai dengan rasa adil yang dibutuhkan dalam perkembangan masyarakat saat itu, oleh karena itu, ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku sebagai hukum positif  juga akan berkembang sesuai dengan tujuannya.
Berarti hukum positif pun  akan mengalami perubahan  dan berkembang sebagaimana aturan hukum yang dibutuhkan oleh masyarakat .
Suatu ketentuan hukum, seperti hukum positif, yang tidak sesuai dengan kebutuhan, wajib diganti dengan ketentuan hukum sejenis yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat saat itu.
Hukum pengganti yang semula  sebagai Ius Constituendum wajib berdasarkan hukum masyarakat . Hal itu supaya kelak menjadi Ius Constitutum (Hukum Positif), aturan hukum yang lama, yang semula sebagai hukum positif tidak berlaku lagi, sementara itu hukum yang baru menjadi hukum positif , baik hukum yang lama (recht)  atau hukum yang baru  sebagai pengganti hukum yang lama (Positif recht) kedua-duanya merupakan Tata Hukum atau Orden Recht.
Kebijakan negara diperuntukkan untuk kepentingan negara. Contoh: kebijakan moneter negara, kebijakan luar negeri, dll. Menurut James E Anderson ( dalam Islamy,2004 : 19) kebijaksanaan negara adalah kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah.
Implikasi dari pengertian kebijakan negara tersebut adalah :1) Bahwa kebijakan negara itu sesalu mempunyai tujuan tertentu atau merupakan tindakan-tindakan yang berorientasi pada tujuan; 2) Bahwa kebijaksanaan itu berisi tindakan-tindakan atau pola-pola tindakan pejabat pemerintah; 3) Bahwa kebijaksanaan itu adalah merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang pemerintah bermaksud akan melakukan sesuatu atau menyatakan akan melakukan sesuatu; 4) Bahwa kebijaksanaan negara itu bisa bersifat positif dalam arti merupakan beberapa bentuk tindakan pemerintah mengenai suatu masalah tertentu, atau bersifat negatif dalamartimerupakan keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu; dan 5) Bahwa kebijaksanaan pemerintah setidak-tidaknya dalamarti yang positif didasarkan atau selalu dilandasi pada peraturan-peraturanperundangan yang bersifat memaksa (otoritarif).
2.2 PERATURAN PEMERINTAH DAN PERATURAN DAERAH
Peraturan Pemerintah (disingkat PP) adalah Peraturan Perundang-undangan di Indonesia yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Materi muatan Peraturan Pemerintah adalah materi untuk menjalankan Undang-Undang. Di dalam UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dinyatakan bahwa Peraturan Pemrintah sebagai aturan organik daripada Undang-Undang menurut hirarkinya tidak boleh tumpangtindih atau bertolak belakang.
Peraturan Pemerintah ditandatangani oleh Presiden.
Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah (gubernur atau bupati/wali kota).
Materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Peraturan Daerah terdiri atas:
Peraturan Daerah Provinsi, yang berlaku di provinsi tersebut. Peraturan Daerah Provinsi dibentuk oleh DPRD Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur.
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, yang berlaku di kabupaten/kota tersebut. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibentuk oleh DPRD Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tidak subordinat terhadap Peraturan Daerah Provinsi.
Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Peraturan Daerah dikenal dengan istilah Qanun. Sementara di Provinsi Papua, dikenal istilah Peraturan Daerah Khusus dan Peraturan Daerah Provinsi.
Mekanisme Pembentukan Peraturan Daerah
Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) dapat berasal dari DPRD atau kepala daerah (gubernur, bupati, atau wali kota). Raperda yang disiapkan oleh Kepala Daerah disampaikan kepada DPRD. Sedangkan Raperda yang disiapkan oleh DPRD disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada Kepala Daerah.
Pembahasan Raperda di DPRD dilakukan oleh DPRD bersama gubernur atau bupati/wali kota. Pembahasan bersama tersebut melalui tingkat-tingkat pembicaraan, dalam rapat komisi/panitia/alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani legislasi, dan dalam rapat paripurna.
Raperda yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Gubernur atau Bupati/Walikota disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Gubernur atau Bupati/Walikota untuk disahkan menjadi Perda, dalam jangka waktu palinglambat 7 hari sejak tanggal persetujuan bersama. Raperda tersebut disahkan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota dengan menandatangani dalam jangka waktu 30 hari sejak Raperda tersebut disetujui oleh DPRD dan Gubernur atau Bupati/Walikota. Jika dalam waktu 30 hari sejak Raperda tersebut disetujui bersama tidak ditandangani oleh Gubernur atau Bupati/Walikota, maka Raperda tersebut sah menjadi Perda dan wajib diundangkan.
RESUME
Dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu pembangunan sangat bergantung pada tata hukum kebijakan Negara dan peraturan pemerintah seta daerah. Suatu pembangunan dapat mharus memiliki perizinan terlebih dahulu sehingga hal ini sangat penting untuk diperhatikan karena peraturan peraturan tersebut yang menentukan bagaimana kebijakan suatu pembangunan di daerah tertentu di Indonesia. Peraturan peraturan ini yang mengatur kebijakan kebijakan pembangunan tata ruang kota dan lingkungan sehingga menghasilkan lingkungan kota yang lebih kondusif.

Sumber :
http://abaslessy.wordpress.com/2012/10/26/uu-dan-peraturan-pembangunan-nasional-tata-hukum-dan-kebijakan-negara/
wiki/Peraturan_daerah
wiki/Peraturan_pemerintah


Pengantar Hukum Pranata dan Pembangunan


BAB 1
Pengantar Hukum Pranta dan Pembangunan

1.1   Pengertian Hukum Pranata dan Pembangunan
Pranata ialah interaksi antar individu atau kelompok atau kumpulan.
Pengertian individu dalam satu kelompok dan pengertian individu dalam satu perkumpulan memiliki makna yang berbeda menurut F. Durkheim, yaitu, dasar organisasi individu dalam kelompok adalah adat-istiadat, sedangkan dasar organisasi individu dalam perkumpulan adalah organisasi buatan. Hubungan yang terjadi dalam satu kelompok didasarkan perorangan, sedangkan dalam kumpulan kelompok adalah berazasguna sangat tergantung dengan tujuan akhir yang sering dinyatakan dalam kontrak. Kontrak adalah sebagai parameter hubungan yang terjadi dalam proses kegiatan pembangunan. Hubungan antara pemilik dengan perancang, hubungan antara pemilik dengan pelaksana. Kontrak menunjukan hubungan yang bersifat independent dan terarah atas tanggungjawab dari tugas dan fungsinya.
Pembangunan ialah suatu proses perubahan individu/kelompok dalam kerangka mewujudkan peningkatan kesejahteraan hidup, yang juga sebagai pradigma perkembangan yang terjadi dengan berjalannya perubahan peradaban hidup manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
Kegiatan pembangunan memiliki empat unsur pokok, adalah manusia, kekayaan alam, modal, dan teknologi. Pembangunan sebagai suatu sistem yang kompleks mengalami proses perubahan dari yang sederhana sampai dengan yang rumit/kompleks. Proses perubahan tersebut mengalami perkembangan perubahan cara pandang, beberapa cara pandang tersebut adalah pertumbuhan, perubahan strukutr, ketergantungan, pendekatan sistem, dan penguasaan teknologi.
Dapat disimpulkan bahwa, pranata pembangunan bidang arsitektur merupakan interaksi/hubungan antar individu/kelompok dalam kumpulan dalam kerangka mewujudkan lingkungan binaan. Interaksi ini didasarkan hubungan kontrak. Analogi dari pemahaman tersebut dalam kegiatan yang lebih detil adalah interaksi antar pemilik/perancang/pelaksana dalam rangka mewujudkan ruang/bangunan untuk memenuhi kebutuhan bermukim. Dalam kegiatannya didasarkan hubungan kontrak, dan untuk mengukur hasilnya dapat diukur melalui kriteria barang public.
Pranata dibidang arsitektur dapat dikaji melalui pendekatan system, karena fenomena yang ada melibatkan banyak pihak dengan fungsi yang berbeda sehingga menciptakan anomali yang berbeda juga sesuai dengan kasus masing-masing.

1.2   Struktur Hukum Pranata di Indonesia
1.       Legislatif (MPR-DPR), pembuat produk hokum
2.       Eksekutif (Presiden-pemerintahan), pelaksana perUU yg dibantu oleh Kepolisian (POLRI) selaku institusi yg berwenang melakukan penyidikan; JAKSA yg melakukan penuntutan
3.       Yudikatif (MA-MK) sbglembaga penegak keadilan Mahkamah Agung (MA) beserta Pengadilan Tinggi (PT) & Pengadilan Negeri (PN) se-Indonesia mengadili perkara yg kasuistik; Sedangkan Mahkamah Konstitusi (MK) mengadili perkara peraturan PerUU
4.       Lawyer, pihak yg mewakili klien utk berperkara di pengadilan, dsb.

1.3   Contoh umum dan studi banding
Kontrak pelaksanaan pekerjaan pembangunan rumah sakit antara
CV. MAKMUR dengan PT. SEJAHTERA
Nomor : 1/1/2010
Tanggal : 25 November 2011
Pada hari ini Senin tanggal 20 November 2011 kami yang bertandatangan di bawah ini :
Nama : Budi
Alamat : Jl. Merdeka Raya, Jakarta Timur
No. Telepon : 08560001000
Jabatan : Dalam hal ini bertindak atas nama CV. MAKMUR disebut sebagai Pihak Pertama
Dan
Nama : Soni
Alamat : Jl. Ketapang Raya, Jakarta Timur
No telepon : 088055511
Jabatan : dalam hal ini bertindak atas nama PT. SEJAHTERA disebut sebagai Pihak kedua.
Kedua belah pihak telah sepakat untuk mengadakan ikatan kontrak pelaksanaan pekerjaan pembangunan hotel yang dimiliki oleh pihak kedua yang terletak di Jl. Matraman no 9, Jakarta Timur.
Setelah itu akan dicantumkan pasal - pasal yang menjelaskan tentang tujuan kontrak,bentuk pekerjaan,sistem pekerjaan,sistem pembayaran,jangka waktu pengerjaan,sanksi-sanksi yang akan dikenakan apabila salah satu pihak melakukan pelanggaran kontrak kerja,dsb.

RESUME
Dari tulisan diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan bahwa sebuah hukum pranta pembangunan adalah suatu hukum yang timbul akibat kebutuhan suatu tata ruang kota atau lingkungan yang lebih kondusif dan efisien. Hukum ini meliputi beberapa pelaku yaitu arsitek, kontraktor, badan hukum, dll. Hukum pranata pembangunan ini dijalankan denga system kontrak antar beberapa pihak. Untuk mendapatkan sebuah tujuan kontrak, system kerja, pembayaran dan peraturan peraturan antar pihak masing-masing yang harus disepakati bersama.

Sumber :
http://juneanea.blogspot.com/2012/10/hukum-pranata-pembangunan.html
http://oshayefta.blogspot.com/2011/10/hukum-pranata-dan-pembangunan.html
http://feriwahyudisembilandua.blogspot.com/2012/10/hukum-pranata-pembangunan-di-imdonesia.html