Senin, 06 April 2015

KONSERVASI ARSITEKTUR ISTANA GYEONGBOKGUNG, KOREA SELATAN

Gyeongbokgung adalah istana utama selama Dinasti Joseon berkuasa (1392 – 1910). Ini merupakan salah satu dari lima istana di Seoul. Istana ini menyimpan sejarah selama lebih dari 500 tahun. Istana ini dibangun oleh Raja pendiri Dinasti Joseon, Lee Seong-Gye, pada tahun 1395 ketika ibu kota Negara dipindahkan dari Gyeseong ke Seoul. Istana in berada di bagian utara Seoul. Istana ini juga sering disebut dengan nama Bukgwol.

Istana Gyeongbok aslinya didirikan tahun 1394 oleh Jeong do jeon, seorang arsitek. Istana ini hancur pada saat invasi Jepang ke Korea tahun 1592-1598 dan dibangun lagi selama tahun 1860-an dengan 330 buah komplek bangunan dengan 5.792 kamar. Gyeongbokgung berdiri di atas lahan seluas 410.000 meter persegi. Di bagian selatan ada gerbang utama Gwanghwamun, di bagian selatan ada Sinmumun, di timur ada Yeongchumun, dan di barat ada Geonchunmun. Di dalam istana, ada beberapa bangunan utama, yaitu Geunjeongjeon, Gyotaejeon, Jagyeongjeon, Gyeonghoeru, dan Hyangwonjeong. Geunjeongjeon adalah gedung utama dimana di sana dilangsungkan paseban agung, dan pertemuan pagi.

Di halaman depan, ada tiga jalan setapak dari batu granit. Jalan setapak yang sedikit lebih tinggi di bagian tengah adalah jalan setapak bagi raja, sementara yang lainnya adalah bagi para hadirin. Jagyongjeon adalah tempat di mana Ibunda dari sang raja beristirahat. Tempat ini terkenal dengan dindingnya yang penuh bunga dan Sipjangsaeng gulduk (cerobong asap). Guldduk ini disebut sebagai yang paling indah yang pernah dibuat pada masa pemerintahan Dinasti Joseon, dan dimasukkan dalam daftar Warisan Nasional nomor 810. Gyotajeon adalah wilayah pribadi permaisuri. Tempat ini sangat mempesona karena dinding dan pintu masuk bagian belakangnya langsung menghadap ke Gunung Amisan, dan pemandangan di sini sangat indah dan menawan.
Istana Gyeongbok adalah simbol keagungan kerajaan dan rakyat Korea. Setelah pembunuhan Maharani Myeongseong oleh mata-mata Jepang pada tahun 1895, Raja Gojong meninggalkan istana ini bersama anggota keluarganya yang lain dan tidak akan pernah kembali.
Pada tahun 1911, pemerintahan Jepang yang sedang menjajah Korea menghancurkan semua bangunannya kecuali 10 bangunan utama, dan membangun Bangunan Pemerintahan Utama Jepang untuk gubernur jenderal Korea di depan Ruangan Tahta.

Satu hal yang membuat Gyeongbokgung tampak elegan adalah kolam teratainya, yaitu di Gyeonghoeru dan Hwangwonjeoung. Gyeonghoeru adalah tempat dimana orang-orang terkemuka dari Negara lain bertemu, dan di mana festival-festival istimewa diselenggarakan ketika ada perayaan-perayaan di kerajaan. Hwangwonjeong ada di belakang tempat peristirahatan, dan ada di dalam halaman belakang. Di sini juga ada kolam teratai, tetapi mempunyai nuansa yang lebih feminine jika dibangdingkan dengan yang ada di Gyeonghoeru. Gaya arsitekturnya memanfaatkan pemandangan Gunung Amisan, sehingga menghasilkan pemandangan yang menakjubkan, menjadi contoh yang hebat bagi sturktur bangunan tradisional kerajaan di Korea. Di sana juga terdapat perpustakaan yang dinamakan Sujeongjeon dan ruang kerja raja, yang dinamakan Sajeongjeon.
. Istana Gyeongbok saat ini dibuka untuk umum dan Museum Nasional Rakyat Korea (National Folk Museum of Korea) berdiri di dalamnya.
Banyak rakyat Korea yang berharap pemerintahnya dapat mengembalikan bentuk asli istana. Berkat kerja keras arkeolog, 330 bangunan berhasil dibangun kembali. Saat ini gerbang masuk istana (Gwanghwamun) sedang direnovasi untuk dibuat kembali seperti pada asalnya dan diperkirakan selesai tahun 2009.
Walaupun Korea memiliki aksara sendiri berupa Hangul, tapi beberapa papan nama asli di Gyeongbok masih menggunakan aksara Mandarin/China. Karena pada saat pembangunan Gyeongbok, Korea menggunakan aksara China untuk berkomunikasi, namun dengan dialek dan pengucapan Korea.

Sumber
http://ruangan-it.blogspot.com/2013/11/istana-gyeongbok.html
http://billykoesoemadinata.com/gyeongbok-travelling/

http://korea.panduanwisata.id/korea-selatan-wisata-asia/seoul/istana-gyeongbokgung-sisa-kejayaan-yang-masih-tampak-agung/

KONSERVASI ARSITEKTUR KOLOSEUM, ITALY, ROMA.




Kolosseum adalah sebuah peninggalan bersejarah berupa arena gladiator, dibangun oleh Vespasian. Tempat pertunjukan yang besar berbentuk elips yang disebut amfiteater atau dengan nama aslinya Flavian Amphitheatre, termasuk salah satu dari Enam Puluh Sembilan Keajaiban dunia pertengahan. Situs ini terletak di kota kecil di Italia, Roma, yang didirikan oleh Walikota Vespasian pada masa Domitianus dan diselesaikan oleh anaknya Titus, serta menjadi salah satu karya terbesar dari arsitektur Kerajaan Romawi yang pernah dibangun.  Kolosseum dirancang untuk menampung 50.000 orang penonton. Rekonstruksi kolosseum dimulai dari perintah Raja Vespasian tahun 72 M dan terselesaikan oleh anaknya Titus pada tahun 80 M.

Koloseum berukuran cukup besar. Dengan tinggi 48 m, panjang 188 m, lebar 156 m dan luas seluruh bangunan sekitar 2.5 ha membuat Koloseum terlihat begitu besar dan luas. Arenanya terbuat dari kayu berukuran 86 m x 54 m, dan tertutup oleh pasir. Bentuk elips atau bulat dari Koloseum gunanya untuk mencegah para pemain untuk kabur ke arah sudut dan mencegah para penonton untuk berada lebih dekat dengan pertunjukan.
Koloseum merupakan hasil karya yang sangat hebat. Tempat itu dikatakan sebagai stadium yang hebat dan spektakuler dikarenakan oleh bentuk dan struktur dari Koloseum itu. Sampai sekarang pun, Koloseum masih dikatakan sebagai stadion yang hebat dan spektakuler. Tempat duduk di Koloseum dibagi menjadi tingkatan-tingkatan yang berbeda berdasarkan status sosial dalam masyarakat Romawi. Podium utama di yang terletak di bagian utara dan selatan untuk Kaisar dan keluarganya, pada tempat ini memberikan pemandangan yang terbaik dilihat dari arena, terdapat tempat istirahatnya, tempat penyimpanan harta juga berada di tingkat ini. Kemudian pada tingkat yang sama dengan platform yang lebih luas merupakan podium khusus untuk para senator Roman, yang boleh membawa kursi sendiri. Nama-nama beberapa senator masih dapat dilihat dari ukiran pada batu yang menjadi tempat duduknya.
Pada tingkat berikutnya disebut maenianum primum, yang dikhususkan untuk para bangsawan Roman. Selanjutnya pada tingkat ketiga adalah maenianum secundum yang dibagi-bagi lagi menjadi tiga bagian. Bagian paling bawah (immum) digunakan untuk para orang kaya, di bagian atasnya lagi (summum), digunakan untuk rakyat jelata. Dan yang terakhir, di bagian kayu (maenianum secundum in legneis) adalah tempat yang strukturnya dari kayu di paling atas bangunan. Tempat itu merupakan tempat untuk berdiri saja yang digunakan untuk para wanita rendahan.
Kolosseum didirikan berdekatan dengan sebuah istana megah yang sebelumnya dibangun Nero, yang bernama Domus Aurea yang dibangun sesudah kebakaran besar di Roma pada tahun 64 M. Dio Cassius seorang ahli sejarah mengatakan bahwa ada sekitar 9000 hewan buas yang telah terbunuh di 100 hari sebagai perayaan peresmian dan pembukaan Kolosseum tersebut. Lantai dari arena Kolosseum tertutupi oleh pasir untuk mencegah agar darah-darah tidak mengalir kemana-mana.



Bangunan tersebut digunakan untuk menyimpan berbagai macam jenis binatang sampai pada tahun ke 524. Dua gempa bumi pada tahun 442 dan 508 menyebabkan kerusakan yang parah pada bangunan tersebut. Di Abad pertengahan, Colosseum rusak sangat parah akibat gempa bumi lagi yakni pada tahun 847 dan 1349 dan dijadikan sebagai benteng dan sebuah gereja juga didirikan disana. Banyak batu marmer digunakan untuk melapisi dan membangun kembali bagian-bagian Colosseum yang telah rusak karena terbakar. Pada abad 16 dan 17, keluarga-keluarga Roman menggunakan Colosseum sebagai tempat pengambilan batu marmer untuk konstruksi bangunan St. Peter’s Basilica dan kediaman khusus palazzi, keluarga Roman. Pada tahun 1749, ada sebuah bentuk dari pemeliharaan Kolosseum. Paus Benediktus XIV melarang untuk menggunakan kolosseum sebagai tempat penambangan. Pada tahun 2000 ada sebuah protes keras di Itali dalam rangka menentang penggunaan hukuman mati untuk negara-negara di seluruh dunia (di Italia, hukuman mati dihapuskan pada tahun 1948). Beberapa demonstran memakai tempat di depan Koloseum.
Sejak saat itu, sebagai sebuah isyarat menentang kapitalis tersebut, penduduk lokal mengganti warna kolosseum di malam hari dari putih menjadi emas dengan menggunakan penerangan berupa lilin dan lampu neon sampai pada saat dimana seluruh dunia menghapuskan tindakan penghukuman mati itu.

Sumber:
http://edupaint.com/jelajah/arsitektur-manca-negara/3296-sejarah-arsitektur-colosseum-yang-memikat.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Koloseum


KONSERVASI ARSITEKTUR CHINATOWN, SINGAPURA

Setiap kota pasti memiliki bagian kota tuanya yang merupakan warisan dari sejarah masa sebelumnya. Kota tua dengan corak dan langgam arsitekturalnya menyimpan atmosfer dan suasana lokalitas yang berbeda sehingga terdapat potensi yang besar. Namun sayangnya kota tua seringkali terabaikan sehingga malah menjadi kota bawah dan menjadi daerah kumuh bahkan mati. Hal ini disebabkan bahwa kota terus tumbuh dan berkembang. Aktivitas yang silih berganti, kondisi politik yang dinamis dan kehidupan sosial yang berubah-ubah sepanjang waktu menyebabkan kota tua sering berubah fungsi atau ditinggalkan oleh penghuninya.


Singapura memiliki daerah-daerah konservasi berupa kampung etnis meliputi Chinatown, Kampong Glam, Bugis dan Little India. Terutama Chinatown yang menjadi pokok bahasan dalam tulisan ini, merupakan salah satu kampung etnis yang sudah ada sejak masa kolonial Inggris. Chinatown memiliki latar belakang sejarah yang panjang, mengalami penurunan kualitas pada masa pasca perang dunia, menjadi lingkungan kumuh hingga akhirnya dikonservasi oleh pemerintah dan menjadi aset pariwisata Singapura.
Ketika singapura menjadi kawasan pelabuhan yang strategis banyak imigran yang dating terutama yang berasal dari Guang Do, Cina Selatan. Untuk mempermudah pengaturan imigran maka dibuatlah kampung china (niuchesui) pada tahun 1820.  Raffles menetapkan kawasan tersebut sebagai kawasan khusus untuk etnis China pada tahun 1822. Kemudian Raffles juga membagi daerah berdasarkan kelompok suku yang ada yaitu Hokkian di Telok Ayer dan sekitar sungai, Teochew di Clark Quay dan sekitar Fort Canning, sedangkan Kanton dan Hakka di sekitar Kreta Ayer. Selain itu Raffles juga mengelompokkan lagi komunitas di Chinatown berdasarkan kelas dan jenis mata pencaharian, yakni pedagang, seniman maupun petani. Pada tahun 1839 kawasan Telok Ayer berkembang menjadi pusat komersial di selatan Singapura.
Pada tahun 1843 Chinatown menjadi terkenal dan dikunjungi banyak wisatawan dengan kekhasan lokal yang dimilikinya. Hal ini menyebabkan kepadatan dan arus orang datang dan pergi semakin meningkat. Maka pada tahun 1885 Chinatown difasilitasi oleh transportasi publik yaitu steam train, kereta listrik dan troley bus pada tahun 1929.
Pada perkembangannya kemudian terjadi semacam alih fungsi yaitu Chinatown yang tadinya adalah kawasan hunian menjadi kawasan perdagangan. Akibatnya adalah timbul kepadatan tinggi memunculkan adanya masalah kesehatan, slum dan turunnya kualitas lingkungan. Wabah penyakit bermunculan dan ditambah adanya isu rasial dan nasionalis yang sentimental memunculkan adanya permasalahan-permasalahan sosial.



Chinatown pernah menjadi tempat perdagangan yang ramai hingga tempat dunia malam, prostitusi, hingga perdagangan opium di Asia. Dengan adanya situasi sosial yang memburuk sering terjadi kriminalitas pada lingkungan Chinatown ini. Situasi perang membuat kehidupan di Chiantown menjadi hancur yaitu pada tahun 1940an. Hal tersebut tidak membuat morfologi Chinatown berubah, namun akibat perang kondisi bangunan semakin parah. Maka tahun 1960 hingga 1970, banyak bangunan lama dihancurkan dan digantikan oleh pengembangan baru terutama oleh HDB dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan perumahan rakyat sekaligus mewujudkan ruang komersial.


Kemudian pada tahun 1980 URA memutuskan untuk melakukan preservasi lingkungan Chinatown dan berusaha memfungsikannya kembali sebagai kawasan perkantoran karena letaknya yang mudah diakses oleh MRT. Pada tahun 1998 Tourist Board Plan for Chinatown, diresmikan lalu koridor-koridor jalan secara tematik bersarakan interest publik.
            Konservasi Chinatown Singapura diprakarsai Oleh URA (Urban Redevelopment Authority). Singapura merupakan Negara yang ketat dalam menerapkan aturan konservasi, dikarenakan Singapura pernah melakukan kesalahan yaitu menghacurkan sebagian bangunan-bangunan bersejarahnya karena lingkungan tersebut dianggap kumuh. Prinsip dasar yang diterapkan konservasi di Singapura adalah 3R (maximum Retention, Quality of Restoration, careful Repair).
Distrik Chinatown dikategorikan sebagai historical district yaitu bangunan pada distrik tersebut masih asli. Hal itu diatur dalam sebuah guidelines dengan tujuan agar kualitas visualnya tidak berubah dan tergeser oleh arus modernisasi yang masuk.




Konservasi  kawasan bersejarah berarti termasuk juga mempreservas i elemen arsitekturalnya. Elemen bangunan yang menjadi perhatian konservasi di Singapura antara lain, atap, dinding, struktur, airwells, rear court, daun jendela, Railing tangga, dan fasad bangunan. Setiap detail arsitektural tersebut tidak boleh ada yang berubah. Kalaupun berubah maka hanya strukturnya saja yang boleh berubah. Detail arsitektural dalam hal ini termasuk tekstur, warna, bentuk hingga papan nama. Semua hal itu diatur oleh URA dalam conservation guidelines. Sedangkan benda-benda utilitas seperti air conditioner dan fan tidak boleh diletakkan pada muka bangunan cukup hanya dibelakang saja atau pada jalur servis. Selain elemen arsitekturalnya, fungsi bangunan juga harus sama seperti aslinya, karena perubahan fungsi dapat mempengaruhi pula fasad bangunan tersebut. Menurut guidelines yang dikeluarkan oleh URA, fungsi asli bangunan (misal residensial atau komersial) selalu lebih baik.

Sumber :
Bentley, Alcock, et. al. (1985). Responsive Environment, A Manual for Designers. London : The Architectural Press.
Hack, Karl. (2000). Chinatown As A Microcosm Of Singapore.
Henderson, J. (2003). Ethnic Heritage as a Tourist Attraction: the Peranakans of Singapore. International Journal of
Heritage Studies,9:1,27 — 44
https://www.academia.edu/10946846/REVITALISASI_CHINATOWN_SEBAGAI_KAWASAN_BERSEJ

ARAH_ETNIS_TIONGHOA_DI_SINGAPURA

KONSERVASI ARSITEKTUR KAWASAN BOAT QUAY, SINGAPURA

Dahulu Singapore River adalah jalur utama untuk perdagangan dan kegiatan ekonomi di pulau tersebut, dimana sebagian besar sisi selatan sungai merupakan tempat perdagangan berlangsung, tempat itu sekarang dikenal dengan nama Boat Quay. Karena kawasan Boat Quay dulunya merupakan tempat perdagangan yang dijalankan oleh para pemukim Cina maka di daerah tersebut banyak terdapat rumah toko yang berarsitektur Cina. Rumah toko ini menjadi keunikan dan daya tarik wisatawan yang berkunjung ke Boat Quay sehingga oleh pemerintah Singapura dikonservasi pada tahun 1986 sebagai bagian dari rencana induk untuk melestarikan seluruh Sungai Singapura dan sekitarnya. Bangunan-bangunan rumah toko di area tersebut dipertahankan dan ditambahkan kafe-kafe tenda di sepanjang tepi sungai Singapura dan jalan di area ini dimaksimalkan sebagai jalur pedestrian (jalur pejalan kaki).
  


Kawasan Boat Quay
Pada pertengahan tahun 1980an, Urban Redevelopment Authority mengumumkan rencana untuk menjadikan Boat Quay sebagai bagian dari rencana induk untuk melestarikan seluruh Singapore River dan sekitarnya. Mulai tahun 1993 pemerintah Singapura mengeluarkan circular/ surat edaran tentang konservasi bangunan yang berisi panduan konservasi bangunan beratap datar termasuk M & E bangunan beratap datar, revisi panduan Konservasi Bangunan di kawasan Boat Quay dan himbauan agar tetap mempertahankan lantai dan tangga yang terbuat dari kayu untuk menjaga keaslian arsitektur bangunan bersejarah hingga mengenai konservasi bagian bangunan yang menampung kegiatan bersantai. Peraturan-peraturan tersebut diterapkan dengan patuh oleh para pengelola dan pengguna bangunan di kawasan Boat Quay.
Selain itu adapula peraturan yang dikeluarkan pemerintah Singapura tahun 2002 di kawasan Boat Quay yang berisi mengenai panduan perancangan mulai struktur, ukuran kios, hingga ketinggian lantai.
Sirkulasi
Berdasarkan gambaran di lapangan bahwa sirkulasi yang terdapat pada kawasan Boat Quay berupa jalur pedestrian dan di sisi jalur pedestian yang menghadap sungai terdapat jajaran kafe-kafe dengan atap payung yang merupakan bangunan non permanen dan sisi lainnya berdiri bangunan permanen yang berfungsi sebagai kafe beserta tempat tinggal.
Jalur pedestrian memiliki lebar ± 5 meter antar sisi trotoar, dengan lebar trotoar 1,5 meter yang difungsikan sebagai bagian dari kafe. Material yang digunakan yaitu berbahan conblock dengan warna merah bata, namun ada di salah satu kafe menggunakan warna hitam dan putih untuk motif conblok sebagai pengarah pengunjung masuk ke dalam kafe tersebut.
  


Berdasarkan teori Roger Trancik, tentang linkage yaitu garis/ line, menghubungkan secara langsung dua tempat dengan satu deretan massa, maka sirkulasi di kawasan Boat Quay secara visual membentuk garis/ line yang menghubungkan secara langsung dua tempat dengan satu deretan massa berupa deretan bangunan ruko. Dimana garis/ line ini menghubungkan dua daerah secara netral yakni kawasan Boat Quay dengan kawasan Clarke Quay yang dihubungkan oleh underpass.
Selain menghubungkan kawasan Clarke Quay dengan kawasan Boat Quay, alur sirkulasi ini juga terhubung langsung ke Elgin Bridge (South Bridge Road) menggunakan sirkulasi vertikal berupa tangga.
Orientasi Bangunan
Dari studi lapangan di kawasan Boat Quay yang berada di sisi selatan sungai Singapura, dapat dilihat bahwa orientasi bangunan di kawasan Boat Quay mengikuti garis tepi sungai yang mengarah ke arah utara dengan muka bangunan menghadap sungai Singapura. Orientasi bangunan yang menghadap utara adalah orientasi yang sangat baik karena area di sekitar bangunan akan terhindar dari sinar matahari langsung. Orientasi bangunan yang ada di kawasan tepi sungai Ciliwung di Jakarta Kota memiliki kesamaan dengan kawasan Boat Quay, namun bangunan-bangunan yang berada di sisi sungai mengarah kearah barat laut. Karena pada zaman kolonial sungai ini digunakan sebagai jalur transportasi maka seluruh bangunan di sepanjang tepi sungai memiliki orientasi menghadap sungai Ciliwung dengan mengikuti garis tepi sungai.


Bentuk Massa Bangunan
Bentuk bangunan ruko di kawasan Boat Quay berbentuk row house (rumah kopel) yaitu deretan rumah yang memiliki bentuk dan fasad yang sama, saling menempel dan memiliki dinding pembatas bersama-sama. Deretan massa bangunan di kawasan ini membentuk garis linear dengan mengikuti tepian sungai Singapura yang berbentuk cekungan menyerupai bentuk perut ikan.
Tampak dan Suasana Ruang
Tampak bangunan yang terdapat di kawasan Boat Quay lebih dominan memiliki tipologi bangunan Cina, tipologi tersebut dapat terlihat dari bentuk-bentuk ornamen pada pintu, jendela dan atap






Sumber :

Maulina, Lily, Nurhidayah, Fika Masruroh. (2012). KAJIAN KONSERVASI KAWASAN BANTARAN SUNGAI STUDI KASUS: BOAT QUAY SINGAPURA DAN SUNGAI CILIWUNG JAKARTA.

KONSERVASI ARSITEKTUR LAWANG SEWU, SEMARANG

Lawang Sewu merupakan sebuah gedung di Semarang, Jawa Tengah yang merupakan kantor dari Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij atau NIS. Dibangun pada tahun 1904 dan selesai pada tahun 1907. Terletak di bundaran Tugu Muda yang dahulu disebut Wilhelminaplein.

Masyarakat setempat menyebutnya Lawang Sewu (Seribu Pintu) dikarenakan bangunan tersebut memiliki pintu yang sangat banyak. Kenyataannya, pintu yang ada tidak sampai seribu. Bangunan ini memiliki banyak jendela yang tinggi dan lebar, sehingga masyarakat sering menganggapnya sebagai pintu (lawang).
Bangunan kuno dan megah berlantai dua ini setelah kemerdekaan dipakai sebagai kantor Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia (DKARI) atau sekarang PT Kereta Api Indonesia. Selain itu pernah dipakai sebagai Kantor Badan Prasarana Komando Daerah Militer (Kodam IV/Diponegoro) dan Kantor Wilayah (Kanwil) Kementrian Perhubungan Jawa Tengah. Pada masa perjuangan gedung ini memiliki catatan sejarah tersendiri yaitu ketika berlangsung peristiwa Pertempuran lima hari di Semarang (14 Oktober - 19 Oktober 1945). Gedung tua ini menjadi lokasi pertempuran yang hebat antara pemuda AMKA atau Angkatan Muda Kereta Api melawan Kempetai dan Kidobutai, Jepang. Maka dari itu Pemerintah Kota Semarang dengan Surat Keputusan Wali Kota Nomor. 650/50/1992, memasukan Lawang Sewu sebagai salah satu dari 102 bangunan kuno atau bersejarah di Kota Semarang yang patut dilindungi. Saat ini bangunan tua tersebut telah mengalami tahap konservasi dan revitalisasi yang dilakukan oleh Unit Pelestarian benda dan bangunan bersejarah PT Kereta Api Persero.
Lawang Sewu adalah salah satu bangunan bersejarah yang dibangun oleh pemerintahan kolonial Belanda, pada 27 Februari 1904. Awalnya bangunan tersebut didirikan untuk digunakan sebagai Het Hoofdkantoor VAN de Nederlansch Indische Spoorweg Maatscappij (NIS) atau Kantor Pusat Perusahan Kereta Api Swasta NIS. Sebelumnya kegiatan administrasi perkantoran NIS dilakukan di Stasiun Samarang NIS. Namun pertumbuhan jaringan perkeretaapian yang cukup pesat, dengan sendirinya membutuhkan penambahan jumlah personel teknis dan bagian administrasi yang tidak sedikit seiring dengan meningkatnya aktivitas perkantoran. Salah satu akibatnya kantor pengelola di Stasiun Samarang NIS menjadi tidak lagi memadai. NIS pun menyewa beberapa bangunan milik perseorangan sebagai jalan keluar sementara. Namun hal tersebut dirasa tidak efisien. Belum lagi dengan keberadaan lokasi Stasiun Samarang NIS yang terletak di kawasan rawa-rawa hingga urusan sanitasi dan kesehatan pun menjadi pertimbangan penting. Kemudian diputuskan untuk membangun kantor administrasi di lokasi baru. Pilihan jatuh ke lahan yang pada masa itu berada di pinggir kota berdekatan dengan kediaman Residen. Letaknya di ujung Bodjongweg Semarang (sekarang Jalan Pemuda), di sudut pertemuan Bodjongweg dan Samarang naar Kendalweg (jalan raya menuju Kendal). NIS mempercayakan rancangan gedung kantor pusat NIS di Semarang kepada Prof. Jacob F. Klinkhamer (TH Delft) dan B.J. Ouendag, arsitek yang berdomisili di Amsterdam. Seluruh proses perancangan dilakukan di Negeri Belanda, baru kemudian gambar-gambar dibawa ke kota Semarang. Melihat dari cetak biru Lawang Sewu tertulis bahwa site plan dan denah bangunan ini telah digambar di Amsterdam pada tahun 1903. Begitu pula kelengkapan gambar kerjanya dibuat dan ditandatangi di Amsterdam tahun 1903.



KONSERVASI BANGUNAN LAWANG SEWU
Konservasi dapat didefinisikan sebagai usaha untuk menghambat atau melindungi bangunan dari pengaruh penyebab kerusakan lebih lanjut sehingga dapat memperpanjang usia bangunan. Bidang konservasi mempunyai tugas yang penting dalam pemugaran bangunan cagar budaya yaitu sejak sebelum pemugaran, pelaksanaan pemugaran dan setelah pemugaran selesai. Di dalam studi  pemugaran gedung Lawang Sewu ini, bidang konservasi melaksanakan pekerjaan observasi kerusakan bahan bangunan, rencana penanganan termasuk bahan konservasi yang digunakan.
KERUSAKAN BAHAN BANGUNAN
Observasi bahan bangunan gedung Lawang Sewu dilakukan secara detail bagian per bagian, ruang per ruang, jenis bahan yang digunakan mulai dari fondasi, lantai, dinding, pintu, jendela, plafon sampai atap bangunan. Kerusakan berdasarkan hasil observasi adalah sebagai berikut :
Kerusakan mekanis
Kerusakan mekanis disebabkan faktor konstruksi dan struktur bangunan itu sendiri maupun faktor dari luar. Kerusakan jenis ini banyak dijumpai pada lantai (tegel keramik banyak yang lepas, retak dan pecah)
Kerusakan fisis
Jenis kerusakan ini disebabkan oleh faktor eksternal seperti angin, hujan dan terik matahari. Hampir seluruh komponen bangunan tembok Lawang Sewu dari lantai 1 sampai 3 mengalami kerusakan yang disebabkan oleh faktor ini sehingga tampak aus, rapuh, kusam dan mengelupas. Selain itu komponen bahan bangunan dari kayu seperti pintu, jendela, kayu blandar dan sebagainya juga rentan rusak akibat faktor ini.
Kerusakan khemis
Kerusakan ini terutama disebabkan oleh air hujan yang mengakibatkan oksidasi terutama pada bahan bangunan yang terbuat dari besi atau seng. Lambat laut bahan bangunan tersebut akan hancur apabila tidak segera ditangani secara tepat.
Kerusakan bio khemis
Pengamatan selama studi dijumpai bahwa pada atap bangunan gedung Lawang Sewu banyak dihuni kelelawar. Kotoran kelelawar yang berserakan di lantai atau pada plafon bangunan apabila dalam kondisi lembab akan bereaksi dengan H2O. Sulfat yang terkandung dalam kotoran kelelawar akan berubah menjadi H2So4 yang mengakibatkan mempercepat kerusakan bahan-bahan bangunan yang terbuat dari besi, kayu dan spesi tembok. Kerusakan bio khemis lainnya terdapat pada papan-pan kayu hiasan.



Sumber: http://shie-arch.blogspot.com/2012/06/konservasi-arsitektur.html

KONSERVASI ARSITEKTUR KOTA LAMA SEMARANG

Kota Lama Semarang terletak di Kelurahan Bandarharjo, kecamatan Semarang Utara. Batas Kota Lama Semarang adalah sebelah Utara Jalan Merak dengan stasiun Tawang-nya, sebelah Timur berupa Jalan Cendrawasih, sebelah Selatan adalah Jalan Sendowo dan sebelah Barat berupa Jalan Mpu Tantular dan sepanjang sungai Semarang. Luas Kota Lama Semarang sekitar 0,3125 km2.


Kota lama Semarang direncanakan sebagai pusat dari pemerintahan kolonial Belanda dengan banyak bangunan kolonialnya. Ini terjadi setelah penandatanganan perjanjian antara Mataram dan VOC pada tanggal 15 Januari 1678. Dalam perjanjian tersebut dinyatakan, bahwa Semarang sebagai Pelabuhan utama kerajaan Mataram telah diserahkan kepada pihak VOC, karena VOC membantu Mataram menumpas pemberontakan Trunojoyo. Mulai tahun 1705, Semarang menjadi milik secara penuh VOC. Sejak saat itu mulai muncul banyak pemberontakan dan suasana menjadi tidak aman lagi. Belanda membangun benteng untuk melindungi pemukimannya. Benteng yang terletak di sisi barat kota lama ini di bongkar dan dibangun benteng baru yang melindungi seluruh kota lama Semarang.
Kawasan Kota Lama Semarang dibentuk sesuai dengan konsep perancangan kota-kota di Eropa, baik secara struktur kawasan maupun citra estetis arsitekturalnya. Kawasan ini memiliki pola yang memusat dengan bangunan pemerintahan dan Gereja Blenduk sebagai pusatnya. Pola perancangan kota tersebut sama seperti perancangan kota- kota di Eropa. Sementara pada karakter arsitektur bangunan, kekhasan arsitektur bangunan di kawasan ini ditunjukkan melalui penampilan detail bangunan, ornamen-ornamen, serta unsur-unsur dekoratif pada elemen-elemen arsitekturalnya. Dengan keberadaan Kota Lama Semarang, citra arsitektur Eropa telah hadir dan menambah nuansa keberagaman arsitektur di Jawa Tengah dan daerah-daerah sekitarnya, dan pada gilirannya memperkaya khazanah arsitektur di negeri ini.
Kota Lama Sebagai Obyek Konservasi
Kota Lama menyimpan banyak sejarah Indonesia ketika dijajah oleh Belanda. Kawasan yang dipenuhi oleh bangunan-bangunan kuno yang mempunyai nilai arsitektur tinggi ini sudah menjadi cagar budaya Indonesia yang patut di konservasi. Berdasarkan  Undang-Undang No 5 Tahun 1992 dikemukakan yang dimaksud dengan benda cagar budaya adalah : (dalam Bab 1 pasal 1) yaitu : (1)  Benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak, yang berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagian atau sisa sisanya, yang berumur sekurang-kurangnya 50 tahun atau mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan; (2) Benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.


Kawasan Kota Lama memiliki sekitar 50 bangunan kuno yang masih berdiri dengan kokoh dan mempunyai sejarah Kolonialisme di Semarang yang patut dikonservasi. Beberapa di antaranya yaitu :

Mercusuar
Bangunan ini dibangun pada tahun 1884. Pembangunan mercusuar ini berkaitan dengan pembangunan kota Semarang sebagai kota Pelabuhan oleh Pemerintah kolonial untuk pengangkutan ekspor gula ke dunia.
Stasiun KA Tawang
Stasiun Tambak Sari di Jalan Pengapon, dibangun oleh (NEDERLANDSCHE INDISCHE SPOORWEGMAATSCHARIJ), Diresmikan oleh Gubenur Jenderal MR. BARON SLOET DE BEELE. Stasiun ini menggantikan stasiun sebelumnya yang dibangun pada 16 Juni 1864 – 10 Februari 1870 yang melayani jalur Semarang – Jogja – Solo. Karena stasiun itu tidak memenuhi syarat lagi, akibat bertambahnya volume pengangkutan maka dibangunlah Stasiun Tawang. Arsitek gedung ini adalah JP DE BORDES. Bangunan ini selesai dibangun pada bulan Mei 1914.
Bangunan ini mempunyai langgam arsitektur yang Indische yang sesuai dengan kondisi daerah tropis. bangunan ini mempunyai sumbu visual dengan Gereja Blenduk sehingga menambah nilai kawasan. Bangunan ini termasuk “tetenger” Kota Semarang.
PT. Masscom Graphy
Bangunan ini terletak di Jl. Merak 11 – 15. Gedung ini semula dimiliki oleh HET NOORDEN yaitu surat kabar berbahasa Belanda. Gedung ini mempunyai nilai yang tinggi merupakan cikal bakal dunia pers di Semarang. Saat ini bangunan ini dialih gunakan untuk PT. MASSCOM GRAPHY yang merupakan perusahaan percetakan surat kabar di Suara Merdeka Group.
Gereja Blenduk
Berusia lebih dari 200 tahun dan dijadikan “tetenger” (Landmark) kota Semarang. Terletak di Jalan Let Jend. Suprapto No.32. Bangunan ini mulai berdiri pada tahun 1753, digunakan untuk gerejaNEDERLANDSCHE INDISCHE KERK. Gedung ini diperbaiki lagi pada tahun 1756, 1787, dan 1794. Pada tahun 1894 bangunan ini dirombak seperti keadaan sekarang. Arsitek pembangunan ini adalah HPA DE WILDE dan WWESTMAS. Keberadaan gereja ini berperan besar terhadap perkembangan agama kristen di Semarang.
Gedung Marba
Dibangun pada pertengahan abad XIX, terletak di Jl. Let.Jend. Suprapto No.33 yang waktu itu bernamaDEHEEREN STRAAT, merupakan bangunan 2 lantai dengan tebal dinding kurang lebih 20 cm. Pembangunan gedung ini diprakarsai oleh MARTA BADJUNET, seorang warga negara Yaman, merupakan seorang saudagar kaya pada jaman itu.
Untuk mengenang jasanya bangunan itu dinamai singkatan namanya MARBA. Gedung ini awalnya digunakan sebagai kantor usaha pelayaran, Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL).
Selain kantor tersebut digunakan pula untuk toko yang modern dan satu-satunya pada waktu itu, DE ZEIKEL. Setelah pensium, perusahaan pelayarannya dipegang oleh anaknya MARZUKI BAWAZIR. Saat ini bangunan ini tidak ada aktivitasnya dan digunakan untuk gudang.
Gedung PT Sun Alliance
Bangunan ini berdiri sekitar tahun 1866. Hal ini dibuktikan dibagian kerucut muka gedung bagian atas ada tertulis “SAMARANG 1866″. Gedung ini bagian dari bangunan Borumij Wehry. Gedung ini merupkan gedung tertua yang masih berfungsi dan terawat dengan baik, dan dipakai untuk perusahaan asuransi. Konstruksi bangunan ini sudah mengadaptasi bangun yang berciri untuk udara tropis.

Sumber:
https://malaikat07.wordpress.com/2010/10/02/pelestariankonservasi-kawasan-kota-lama-semarang/
http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Lama_Semarang