Senin, 06 April 2015

KONSERVASI ARSITEKTUR CHINATOWN, SINGAPURA

Setiap kota pasti memiliki bagian kota tuanya yang merupakan warisan dari sejarah masa sebelumnya. Kota tua dengan corak dan langgam arsitekturalnya menyimpan atmosfer dan suasana lokalitas yang berbeda sehingga terdapat potensi yang besar. Namun sayangnya kota tua seringkali terabaikan sehingga malah menjadi kota bawah dan menjadi daerah kumuh bahkan mati. Hal ini disebabkan bahwa kota terus tumbuh dan berkembang. Aktivitas yang silih berganti, kondisi politik yang dinamis dan kehidupan sosial yang berubah-ubah sepanjang waktu menyebabkan kota tua sering berubah fungsi atau ditinggalkan oleh penghuninya.


Singapura memiliki daerah-daerah konservasi berupa kampung etnis meliputi Chinatown, Kampong Glam, Bugis dan Little India. Terutama Chinatown yang menjadi pokok bahasan dalam tulisan ini, merupakan salah satu kampung etnis yang sudah ada sejak masa kolonial Inggris. Chinatown memiliki latar belakang sejarah yang panjang, mengalami penurunan kualitas pada masa pasca perang dunia, menjadi lingkungan kumuh hingga akhirnya dikonservasi oleh pemerintah dan menjadi aset pariwisata Singapura.
Ketika singapura menjadi kawasan pelabuhan yang strategis banyak imigran yang dating terutama yang berasal dari Guang Do, Cina Selatan. Untuk mempermudah pengaturan imigran maka dibuatlah kampung china (niuchesui) pada tahun 1820.  Raffles menetapkan kawasan tersebut sebagai kawasan khusus untuk etnis China pada tahun 1822. Kemudian Raffles juga membagi daerah berdasarkan kelompok suku yang ada yaitu Hokkian di Telok Ayer dan sekitar sungai, Teochew di Clark Quay dan sekitar Fort Canning, sedangkan Kanton dan Hakka di sekitar Kreta Ayer. Selain itu Raffles juga mengelompokkan lagi komunitas di Chinatown berdasarkan kelas dan jenis mata pencaharian, yakni pedagang, seniman maupun petani. Pada tahun 1839 kawasan Telok Ayer berkembang menjadi pusat komersial di selatan Singapura.
Pada tahun 1843 Chinatown menjadi terkenal dan dikunjungi banyak wisatawan dengan kekhasan lokal yang dimilikinya. Hal ini menyebabkan kepadatan dan arus orang datang dan pergi semakin meningkat. Maka pada tahun 1885 Chinatown difasilitasi oleh transportasi publik yaitu steam train, kereta listrik dan troley bus pada tahun 1929.
Pada perkembangannya kemudian terjadi semacam alih fungsi yaitu Chinatown yang tadinya adalah kawasan hunian menjadi kawasan perdagangan. Akibatnya adalah timbul kepadatan tinggi memunculkan adanya masalah kesehatan, slum dan turunnya kualitas lingkungan. Wabah penyakit bermunculan dan ditambah adanya isu rasial dan nasionalis yang sentimental memunculkan adanya permasalahan-permasalahan sosial.



Chinatown pernah menjadi tempat perdagangan yang ramai hingga tempat dunia malam, prostitusi, hingga perdagangan opium di Asia. Dengan adanya situasi sosial yang memburuk sering terjadi kriminalitas pada lingkungan Chinatown ini. Situasi perang membuat kehidupan di Chiantown menjadi hancur yaitu pada tahun 1940an. Hal tersebut tidak membuat morfologi Chinatown berubah, namun akibat perang kondisi bangunan semakin parah. Maka tahun 1960 hingga 1970, banyak bangunan lama dihancurkan dan digantikan oleh pengembangan baru terutama oleh HDB dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan perumahan rakyat sekaligus mewujudkan ruang komersial.


Kemudian pada tahun 1980 URA memutuskan untuk melakukan preservasi lingkungan Chinatown dan berusaha memfungsikannya kembali sebagai kawasan perkantoran karena letaknya yang mudah diakses oleh MRT. Pada tahun 1998 Tourist Board Plan for Chinatown, diresmikan lalu koridor-koridor jalan secara tematik bersarakan interest publik.
            Konservasi Chinatown Singapura diprakarsai Oleh URA (Urban Redevelopment Authority). Singapura merupakan Negara yang ketat dalam menerapkan aturan konservasi, dikarenakan Singapura pernah melakukan kesalahan yaitu menghacurkan sebagian bangunan-bangunan bersejarahnya karena lingkungan tersebut dianggap kumuh. Prinsip dasar yang diterapkan konservasi di Singapura adalah 3R (maximum Retention, Quality of Restoration, careful Repair).
Distrik Chinatown dikategorikan sebagai historical district yaitu bangunan pada distrik tersebut masih asli. Hal itu diatur dalam sebuah guidelines dengan tujuan agar kualitas visualnya tidak berubah dan tergeser oleh arus modernisasi yang masuk.




Konservasi  kawasan bersejarah berarti termasuk juga mempreservas i elemen arsitekturalnya. Elemen bangunan yang menjadi perhatian konservasi di Singapura antara lain, atap, dinding, struktur, airwells, rear court, daun jendela, Railing tangga, dan fasad bangunan. Setiap detail arsitektural tersebut tidak boleh ada yang berubah. Kalaupun berubah maka hanya strukturnya saja yang boleh berubah. Detail arsitektural dalam hal ini termasuk tekstur, warna, bentuk hingga papan nama. Semua hal itu diatur oleh URA dalam conservation guidelines. Sedangkan benda-benda utilitas seperti air conditioner dan fan tidak boleh diletakkan pada muka bangunan cukup hanya dibelakang saja atau pada jalur servis. Selain elemen arsitekturalnya, fungsi bangunan juga harus sama seperti aslinya, karena perubahan fungsi dapat mempengaruhi pula fasad bangunan tersebut. Menurut guidelines yang dikeluarkan oleh URA, fungsi asli bangunan (misal residensial atau komersial) selalu lebih baik.

Sumber :
Bentley, Alcock, et. al. (1985). Responsive Environment, A Manual for Designers. London : The Architectural Press.
Hack, Karl. (2000). Chinatown As A Microcosm Of Singapore.
Henderson, J. (2003). Ethnic Heritage as a Tourist Attraction: the Peranakans of Singapore. International Journal of
Heritage Studies,9:1,27 — 44
https://www.academia.edu/10946846/REVITALISASI_CHINATOWN_SEBAGAI_KAWASAN_BERSEJ

ARAH_ETNIS_TIONGHOA_DI_SINGAPURA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar